Senin, 21 Oktober 2013

Bila rasaku ini (bukan) rasamu

Aku memang terlanjur mencintaimu
Dan tak pernah kusesali itu
Seluruh jiwa telah kuserahkan
Menggenggam janji setiaku

Kumohon jangan jadikan semua ini
Alasan kau menyakitiku
Meskipun cintamu tak hanya untukku
Tapi cobalah sejenak mengerti



Bila rasaku ini rasamu
Sanggupkah engkau menahan sakitnya
Terkhianati cinta yang kau jaga
Coba bayangkan kembali
Betapa hancurnya hati ini kasih
Semua telah terjadi

Senin, 07 Oktober 2013

MAAFKAN AKU




Hari-hari ini diriku sangat kacau dengan proyek pribadiku. Aku tidak yakin bisa melaksanakan programm ini dan aku merasa berat untuk melakukannya. Berat juga berarti aku tidak punya hati untuk melakukannya. Akibatnya hidup shari-hariku juga berat dan rasanya tak ada hati. Aku sedang mengalami ”pengalaman padang gurun” dan disorientasi diri.
            Hal ini juga berakibat pada orang yang aku sayangi. Dia kena berkas kemarahanku padahal dia tidak salah apapun. Hal ini sudah terjadi semingguan ini. Aku bukan menjadi diriku, aku menjadi algojo atau setan yang menyiksa hidupnya. ”AAAhhhhhhhhhhhhhh bodooooooohhhhhhhhh akuuuu”. Sungguh aku sangat berdosa kepadanya.
            Dan tadi aku share dengan seorang sahabat, menceritakan permasalahanku ini. Dia memberiku kata-kata yang bagus, baik dan benar. Namun, aku rasa sangat sulit untuk mencapai yang dia katakan. Tetapi aku bersyukur, katanya-katanya dapat menjadi pegangan bagiku. Begini ” coba setia dr yg sangat sederhana, ambil sampah yg tdk pd tmpnya, taruh brg pd tempatnya..dll tunjukkan kesederhanaanmu itu..apa danya jgn cari muka...jadilah dirimu apa adanya.. ” dan ” mulai berpikirlah u/ itu harga sebuah kesetiaan itu mahal...”. ya... setia.... aku akan mencoba kembali setia dan bertahan.
            Kepada orang yang aku sayangi, aku sangat minta maaf karena kamu telah menjadi sasaran kemarahanku yang tak terbalaskan. Semoga engkau memaafkanku. Aku telah meminta bintangku untuk menuntun engkau pada bintangmu. Sekali lagi maafkan aku.

Kamis, 03 Oktober 2013



 “Bayangkanlah jika dirimu berada dalam suatu ruangan yang tidak ada tantangan berbahaya apapun selama kurang lebih delapan tahun, maka mereka sebenarnya tidak benar-benar hidup.”

Kata-kata di atas merupakan kata pembuka seorang penerjun bebas dalam cuplikan video “Existentialism 3”. Cuplikan film ini mencoba menceritakan dan mendeskripsikan hidup sebagai seorang penerjun bebas. Ketika dia (tokoh dalam film) terbang, dia terlihat bebas seperti seekor burung yang sedang terbang bebas di udara lewat celah tebing atau pegunungan. Semua yang ada di bawah terlihat indah ketika masih terbang di langit. Terbang di langit serasa mimpi indah ketika seorang tidur. Itulah kebahagiaan seorang penerjun bebas yang dapat terlihat dalam cuplikan film tersebut.
Akan tetapi, penerjun bebas akan menemukan tantangannya sebagai seorang seorang penerjun ketika akan mendarat ke tanah. Tantangannya adalah ia jatuh ke tanah dalam keadaan patah tulang, berdarah, dan bahkan harus menghadapi kematian. Si penerjun bebas itu telah merasakan rasa sakit jatuh ke tanah dengan patah tulang dan badan berdarah. Ia bahkan merasakan harus kehilangan temannya yang juga penerjun bebas yang mati ketika jatuh mendarat ke tanah. Baginya, kejadian jatuh tidak dapat dijelaskan secara detail karena terjadi sangat cepat. Saat ini, ia tidak pernah membayangkan untuk jatuh seperti itu di enam tahun yang lalu dan tidak pernah merencanakan atau membayangkan apa yang terjadi (jatuh seperti itu) enam tahun sebelum ia mengalami jatuh itu.
Ia tidak trauma dan tidak takut dengan keadaan seperti itu. Hal ini justru membuatnya semangat dan terobsesi untuk melakukannya lagi. Banyak orang tidak mengerti hal yang sedang ia lakukan karena orang lain tidak dapat merasakan yang ia rasakan. “Jika kamu bertanya apa yang kamu rasakan tanyalah pada dirimu sendiri dan alami sendiri untuk mengerti arti bertahan hidup” itulah kata penutup dari sang penerjun bebas ini.

Analisa dan tanggapan   
Cuplikan film ini berbicara tentang arti keberadaan seseorang dalam hidupnya. Bagi sang penerjun ia eksis atau ada ketika ia terbang dan mengalami tantangan berbahaya ketika ia mendarat. Si penerjun bebas itu lalu menghubungkannya dengan hidup. Ia berpendapat seperti dalam kata-kata kata pembuka di atas, bahwa hidup itu harus penuh tantangan dan harus menghadapi bahaya. Orang yang hanya hidup dalam dalam kemapaman dan tanpa tantangan sebetulnya ia telah mati.
Terbang bebas sendiri mengandung arti yang sangat dalam. Terbang berarti hidup tanpa kungkungan peraturan dan menembus segala batas-batas kelemahan dan kelebihan diri. Terbang dapat mengekspresikan segala emosi, hasrat atau keinginan dan obsesi. Orang dapat melakukan apa saja yang ia mau tanpa diperintah oleh apapun dan siapapun.
Akan tetapi, manusia bukanlah burung yang dapat terbang kapanpun ia mau. Ia dapat terbang secara terbatas dan harus jatuh ke bumi dengan resiko. Hal ini menandakan bahwa setiap tindakan mempunyai konsekuensi atau tanggung jawabnya. Konsekuensinya adalah rasa sakit karena harus bertabrakan dengan tingkah laku orang lain yang berbeda, peraturan yang membatasi dan kungkungan-kungkungan apapun. Akan tetapi, bagi seorang eksistensialis hal itu tidak akan membuatnya mundur atau takut untuk menghadapi hidup. Ia akan semakin berani dan kuat dalam menghadapi hidup karena tidak akan ada yang menghalangi tindakannya kecuali kematian.
Hal menarik yang lain ada di kata-kata penutup “Jika kamu bertanya apa yang kamu rasakan tanyalah pada dirimu sendiri dan alami sendiri untuk mengerti arti bertahan hidup”. Kiranya kata-kata itu cocok dengan pemikiran Soren Aabey Kierkegaard, seorang filsuf eksistensialis dari Denmark. Ide eksistensi Kierkegaard adalah manusia merupakan individual, personal dan subyektif.[1] Ide ini merupakan prinsip eksistensi manusia. Manusia merupakan mahkluk hidup yang subyektivitas sebagai individu. Ia utuh sebagai individu. Manusia harus terlibat dalam setiap pengalaman hidupnya. Ia bukan ’penonton’ dalam setiap peristiwa kehidupan yang terjadi dalam hidupnya. Jika manusia sebagai ’penonton’, maka ia sama dengan obyek dari pengalaman hidupnya.
Hubungan kata-kata penutup dengan pemikiran Kierkegaard terletak peran subyek dalam menghadapi pengalaman hidupnya. Manusia adalah subyek atas pengalaman hidupnya. Ia harus berani menghadapi setiap pengalaman hidupnya dan bukan hanya menjadi ”penonton”. Pengalaman hidup adalah milik subyek yang sangat pribadi dan unik. Pribadi dan unik berarti soal penghayatan otentitas pengalaman hidup yang sangat berbeda dengan orang lain meskipun orang lain pernah merasakan pengalaman yang sama.
Hal lain tentang manusia sebagai subyek atau pelaku pengalaman hidupnya adalah seseorang bukan obyek bagi sesamanya. Hal ini kiranya sejalan dengan pemikiran Sartre yang menekankan keotentitasan pribadi manusia. Bagi Sartre, pribadi manusia dipandang sebagai pribadi yang unik. Unik berarti aku lain dari yang lain. Aku ada untuk bukan karena orang lain menganggap aku ada, tetapi karena aku ada sepenuhnya.[2] Keselarasan pemikiran Sartre dengan cuplikan film adalah penerjun bebas adalah sebuah pilihan dari laki-laki dalam cuplikan film ini. Menurutku, laki-laki itu memilih menjadi seorang penerjun bebas karena sudah menjadi pilihan hidup yang tidak didasarkan pada kesenangan, kepuasan banyak orang, ataupun ketenaran. Ia akan tetap melakukan terjun bebasnya meskipun orang lain tidak ada dan pengalaman terjun bebas tidak akan dirasakan oleh orang lain jika mereka tidak melakukan seperti yang ia lakukan.
Analisa di atas menujukkan bahwa seseorang tidak dapat bebas seutuhnya. Kebebasan yang dialami oleh setiap pribadi hanya dialami sejauh ia dapat mengembangkan dirinya. Hal ini terjadi karena manusia dalam hidupnya tidak lepas dari kerangka-kerangka yang telah melekat pada dirinya yang tidak sepenuhnya disadarinya. Dalam bahasanya Gabriel Marcel, eksistensi merupakan situasi konkretku di dalam dunia ini dengan seluruh kompleksitasnya yang meliputi semua faktor konkret.[3] Kalaupun seseorang dapat bertindak untuk menembus kerangka-kerangka yang ada, hal ini menandakan bahwa kerangka-kerangka itu telah membuat seseorang tidak benar-benar hidup dan tidak membuatnya berkembang.
Akhirnya, kesimpulan tulisan ini hanya berupa deskripsi-deskripsi tentang kebebasan seorang manusia dalam menjalani pengalaman hidupnya. Mereka tidak ingin di cap ini atau itu karena mereka bukan obyek bentukan dari orang lain. Mereka adalah diri mereka sendiri yang merupakan aktor utama bagi pengalaman hidupnya dengan segala kompleksitas yang melekat pada diri mereka. Salam penutup para eksistensialis yang kiranya akan diberikan pada setiap orang di dunia ini adalah ”Jadilah dirimu sendiri”.

Relevansi dengan hidup
Relevansi eksistensialisme ini akan aku hubungkan dengan pengalaman diriku sendiri. Eksistensialisme kiranya telah menjadi jalan hidupku tanpa aku sadari. Hal ini terjadi karena tema-tema eksistensialisme sering menjadi tema permenunganku. Ada dua penting yang sering aku renungkan adalah tentang kesendirian dan kekuatan dalam menerima kenyataan dari setiap pengalaman. Dua tema permenungan dalam hidupku ini akan aku hubungkan dengan satu tema besar yaitu manusia sebagai subyek pengalaman, yang menjadi jembatan antara cuplikan film dan analisa di atas.
Manusia sebagai subyek pengalaman dengan kesendirian berarti akulah aktor utama dalam setiap pengalaman yang ”aneh” dari yang lain. Kesendirian aku anggap ”aneh” karena aku tidak sama dengan teman-teman atau orang lain yang pernah aku jumpai. Ketidaksamaan ini sering kali aku asing bagi orang lain dan orang lain asing bagiku. Situasi ini memuatku sering mempertanyakan arti keberadaanku saat ini, di sini dan bagi orang lain. Tendensinya aku merasa tidak ada gunanya aku hidup.
Di sisi lain, aku dapat memaknai kesendirian ini secara positif. Kesendirian ini menandakan bahwa aku adalah subyek pengalaman yang mempunyai kesadaran. Kesendirian dan kesadaran inilah yang membuatku bebas untuk berbuat sesuai dengan kehendakku. Kesadaran akan kesendirian membuat aku dapat melihat semua hal secara jernih, indah, dan berjalan begitu saja tanpa harus aku memberikan penjelasan apapun karena memang tidak harus diberi penjelasan. Situasi ini lebih jauh membuat aku bertemu dalam diriku yang lain dalam sebuah ruang kosong yang tidak akan pernah dilihat oleh orang lain.
Kedua, manusia sebagai subyek pengalaman dengan kekuatan menerima kenyataan berarti setiap tindakan mempunyai tanggung jawab yang harus aku terima sebagai konsekuensi praktisnya. Bagian ini masih terhubung dengan bagian pertama. Pada bagian pertama, kesendirian seakan aku terbang bebas. Akan tetapi, kadang kala aku lupa kalau yang aku hadapi adalah manusia-manusia lain, peraturan-peraturan, sistem-sistem, dan segala hal yang (seperti status) yang melekat pada diriku tanpa aku sadari.
Aku masih terbayang-bayangi oleh kehidupan mapan yang damai, bahagia, tanpa sakit, tanpa penderitaan dan semua telah tersedia begitu saja. Akan tetapi, realita tidak seperti idealismeku itu. Hasilnya aku takut menghadapi realita pengalaman yang mengandung segala ketidaknyamanan, berbahaya, dan penuh penderitaan. Aku sering bersembunyi dibalik ke-aku-an ku, peraturan-peraturan yang ada, dan lari untuk cari amannya sendiri.
Kata-kata pembuka di atas sangat berarti bagiku dan tidak berarti aku telah ”mati”. Aku masih hidup dengan kesadaran yang aku punya. Kesadaran merupakan modal cukup kuat untuk menghadapi realita pengalaman hidup meskipun aku masih takut menghadapinya. Jika aku mengasosiakan diri dengan seorang eksistensialis, bahwa kekuatan menghadapi pengalaman terletak pada proses entah apapun hasilnya.


Sumber inspirasi
1. Abidin, Zainal, Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat, Bandung: PT  Remaja Rosdakarya, 2006.
2. Bertens, K, Filsafat Barat Abad XX Jilid II Perancis, Jakarta: Gramedia: 1985
3. Suseno, Franz Magnis, Etika Abad Kedua Puluh, Yogyakarta: Kanisius, 2006.
4. Cuplikan film “Existentialism 3”


[1] Zainal Abidin, Eksistensi Manusia Sebagai Individu: Soren Aabye Kierkegaard dalam buku Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006, hal. 146.
[2] Franz Magnis Suseno, Etika Abad Kedua Puluh, Yogyakarta: Kanisius: 2006, hlm. 26.
[3] K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX Jilid II Perancis, Jakarta: Gramedia: 1985, hlm. 296.

Selasa, 20 Agustus 2013

KESEPIANKU









KESEPIANKU


Sepinya hari yang ku lewati
tanpa ada dirimu menemani
Sunyi ku rasa dalam hidupku
tak mampu ku tuk melangkah


Masih ku ingat indah senyummu
yang selalu membuatku mengenangmu
Terbawa aku dalam sedihku
tak sadar kini kau tak di sini


       


         Engkau masih yang terindah
        Indah di dalam hatiku
        Mengapa kisah kita berakhir
        yang seperti ini


Masih ku ingat indah senyummu
yang selalu membuatku mengenangmu
Terbawa aku dalam sedihku
tak sadar kini kau tak di sini




       Engkau masih yang terindah
       Indah di dalam hatiku
       Mengapa kisah kita berakhir
       yang seperti ini

       yang seperti ini

       Engkau masih yang terindah
       Indah di dalam hatiku
       Mengapa kisah kita berakhir
       yang seperti ini

       Hampa kini yang ku rasa
       Menangis pun ku tak mampu
       Hanya sisa kenangan terindah
       dan kesedihanku

Selasa, 28 Mei 2013

SEDIKIT CEITA UNTUK OJEK PAYUNG



22052013
20.40 WIB

Tadi siang aku ke royal untuk nonton film
Aku pergi naik motor star, dan ternyata hujan mulau turun di sekitar jagir dekat viva
Untung ada jas hujan di sepeda motor
Mulai dari sini ak mulai berpikir bahwa Tuhan tidak mengijinkan aku ke royal entah alaasan apa aku juga tidak tahu
Kiranya kesialanku tambah lagi karena motor yang aku naiki mulai rewel hingga hampir mogok, dan aku sempat berhenti sebentar di depan giant untuk memastikan motor tidak mogok
Setelah pasti tidak mogok, aku lanjutkan perjalanan yang kurang sedikit lagi dengan keadaan motor yang agar rewel
Aku harus berjalan pelan di pinggir jalan dengan guyuran hujan yang sangat deras
Huhhhhhhhh....... betapa sialnya aku piirku
Kemudian aku parkir motor tidak di tempat parkir royal tapi di persewaan motor yang di sebelah, pikirku tempat paskir di situ lumayan untuk sedikit berteduh
Pikiranku tepat, aku juga dapat menitipkan helm dan jas hujan
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana aku dapat ke royal saat hujan ini?
Kalo aku lari, aku pasti basah kuyub tapi kalo sewa payung di anak2x, aku tadi sudah menolak salah satu anak yang menawarkan payung ke aku. Gengsi dongg....
Tapi apa boleh buat, akhirnya aku meminta seorang anak jasa payung untuk mengantarkan aku ke royal. Hal ini baru pertama aku lakukan.
Aku panggil anak itu ”dik, tolong ter’ne aku nang royal”. Dia menjawab panggilanku dengan senyum kecil.
Aku berusaha untuk satu payung dengan adik ini, tapi kelihatannya di tidak mau. Aku juga mencoba memperlakukan adik ini dengan sedikit mengajaknya ngobrol singkat ”nang ndi omahmu dik?” jawabnya ’nang wonokromo kono mas”. ”oh......” balasku singkat. Stelah itu kami saling terdiam dan dia berjalan di belakangku tanpa payung
Saat masuk kawasan parkiran royal, angin besar sedikit menerpaku dan payungpun serasa ingin pergi dariku. Adik ini tahu kalo payungku akan terbang dan dia memegangi payungku agar tidak terbang.
Ketika jarak kurang dari 100 meter dari tempat penurunan penumpang, hujan deras mulai reda dan kulhat langitt mulai cerah. Pikirku ”sial, dah dekat gak hujan”. Aku ada niatan untuk mengembalikan payung adik ini, tapi aku tidak melakukannya karena aku pikir ya sudahlah aku pinjam payung ini sampai akhir.
Ketika aku sampai di tempat penurunan penumpang, aku tanya ke adik ini berapa yang harus kubayar untuk jasanya. Dia bilang ”saiklase mas”. Aku tanya yang sama dan dia jawab yang sama pula. Akhirnya aku ambil uang 5000 dari dompet dan aku berikan pada anak itu.
Aku beri 5000 itu karena kalau tidak ada anak itu pasti aku sudah basah semua dan Kelihatannya anak itu senanng
Sepintas refleksiku syukur pada Tuhan dan pekerjaan untuk memenuhi hidup sangatlah berat

Saat ini yang aku renungkan dari hal ini adalah mungkin tuhan mengutus dia ke aku dan aku di utus ke dia. Tuhan mengutus dia untuk memabntuku dan aku di utus ke dia untuk membantu memenuhi kebutuhannya. Lebih dari itu, hal yang kuidapatkan adalah ternyata hidup ini keras dan butuh perjuangan.tidak seperti yang aku lakukan seperti saat ini yang terkesan hanya bermalas-malas saja. (dia) Bekerja untuk bertahan hidup.


Tuhan, berkatilah mereka yang sedang berjuang melawan kerasnya dunia ini dan melawan kemalasanku 





SETIA


By: Jikustik





Deras hujan yang turun
Mengingatkanku pada dirimu
Aku masih disini untuk setia



Selang waktu berganti
Aku tak tahu engkau dimana
Tapi aku mencoba untuk setia


Sesaat malam datang
Menjemput kesendirianku
Dan bila pagi datang
Kutahu kau tak disampingku
Aku masih disini untuk setia

Sabtu, 13 April 2013

DALAM BAYANGAN SILUET WANITA DAMBAAN HATI



Tuhan
Terima kasih aku boleh bertemu dengan dambaan hatiku sejak lama walau Cuma sebentar. Aku senang namun aku tidak berani menatapnya karena aku malu padanya.

Tuhan besok dia ulang tahun, berkatilah dia selalu. Berilah kebahagiaan bersama orang-orang yang dicintainya. Aku tidak akan pernah melupakan dia dan menyimpan rasa ini terus dalam hati.

Rabu, 20 Maret 2013

:D




PRAY, STUDY and WORK

                      (renungan 1 Oktober 2012)



Saya sering melihat dan mengamati para pekerja bangunan di depan seminari. Saya sering duduk-duduk sendiri di lantai 2 setiap malam sesudah doa malam. Hal yang menarik dari para pekerja itu adalah usaha kerja keras para pekerja yang mencoba untuk menyelesaikan gedung yang akan menjadi universtas WM. Para pekerja itu melakukan tugasnya sesuai fungsi. Mereka ada yang mengelas, membuat kerangka bangunan, memberi perintah, dan ada yang sebagai pengemudi alat angkut berat. Mereka melakukan pekerjaan berat itu sampai larut malam bahkan sampai pagi, meskipun mereka mempunyai waktu tugasnya masing-masing.
Beberapa pertanyaan kemudian muncul dalam pikiranku. Mengapa mereka mau bekerja sebagai kuli bangunan? Bukankah pekerjaan sebagai kuli bangunan mempunyai resiko besar? Apakah tidak ada pekerjaan lain selain kuli bangunan? Toh setelah mereka membangun gedung itu mereka tidak akan menikmati hasilnya. Kemudian, muncul juga beberapa jawaban singkat dalam pikiranku yaitu mereka bekerja sebagai pekerja kasar karena mereka terdesak kebutuhan ekonomi dan daripada nganggur kerja saja (perkiraan jawabanku).
Beberapa pertanyaan di atas juga dapat aku kenakan pada diriku sendiri khususnya untuk apa aku belajar berbagai macam ilmu di seminari ini? Sebelum menjawab pertanyaan itu, ada hal yang menarik bagiku dari kegiatan para pekerja bangunan yaitu semangat kerja kerasnya. Aku melihat diriku sendiri bahwa aku belum punya semangat kerja keras. Kecenderungan alasan jawabanku yang kuat adalah aku belum mempunyai semangat kerja keras karena aku sering terbuai dengan fasilitas yang lebih dari mencukupi di seminari. Aku hidup dalam kemapamanan yang melemahkan daya juangku. Hal ini bukan berarti aku menolak semua fasilitas yang ada, tapi lebih-lebih karena aku terlalu lengah dengan fasilitas yang ada.
Kesadaran bahwa untuk apa aku belajar merupakan sebuah pecut untuk aku berjuang. Tujuanku belajar semua ilmu di seminari ini adalah untuk melayani umat. Fasilitas dan ilmu-ilmu yang ada membantuku menambah bekal baik secara kognitif dan afeksi. Aku harus peka dengan keadaan sekitar dan berjuang mengerasi diriku sendiri untuk tujuan yang lebih tinggi yaitu pelayanan kepada umat Allah. Maka, ada semacam semboyan yang menarik dari sebuah perusahaan kontraktor. Jika perusahaan kontraktor mempunyai semboyan ”tiada hari tanpa cor”, maka untuk diriku sendiri adalah ”tiada hari tanpa belajar, bekerja dan berdoa

Kamis, 21 Februari 2013

PERCAYA



singkat saja:

Ketika tidak ada lagi rasa percaya, apa yang harus aku lakukan? kemana aku harus percaya? bisakah aku kembali percaya?